- Back to Home »
- SEJARAH GERAKAN PRAMUKA
Posted by : PRASINGA KEDIRI
Rabu, 02 Oktober 2013
AWAL
KEPRAMUKAAN DI INDONESIA
Masa
Hindia Belanda
Kenyataan
sejarah menunjukkan ba
hwa pemuda Indonesia mempunyai saham besar
dalam
pergerakan
perjuangan kemerdekaan Indonesia serta ada dan berkembangnya
pendidikan
kepramukaan
nasional Indonesia. Dalam perkembangan pendidikan kepramukaan itu
tampak
adanya
dorongan dan semangat untuk bersatu, namun terdapat gejala adanya
berorganisasi
yang
Bhinneka.
Organisasi
kepramukaan di Indonesia dimulai oleh adanya cabang "Nederlandse
Padvinders
Organisatie"
(NPO) pada tahun 1912, yang pada saat pecahnya Perang Dunia I
memiliki kwartir
besar
sendiri serta kemudian berganti nama menjadi "Nederlands-Indische
Padvinders
Vereeniging"
(NIPV) pada tahun 1916.
Organisasi
Kepramukaan yang diprakarsai oleh bangsa Indonesia adalah "Javaanse
Padvinders
Organisatie" (JPO); berdiri atas prakarsa S.P. Mangkunegara VII
pada tahun 1916.
Kenyataan
bahwa kepramukaan itu senapas dengan pergerakan nasional, seperti
tersebut di
atas
dapat diperhatikan pada adanya "Padvinder Muhammadiyah"
yang pada 1920 berganti
nama
menjadi "Hisbul Wathon" (HW); "Nationale Padvinderij"
yang didirikan oleh Budi Utomo;
Syarikat
Islam mendirikan "Syarikat Islam Afdeling Padvinderij" yang
kemudian diganti menjadi
"Syarikat
Islam Afdeling Pandu" dan lebih dikenal dengan SIAP, Nationale
Islamietishe
Padvinderij
(NATIPIJ) didirikan oleh Jong Islamieten Bond (JIB) dan Indonesisch
Nationale
Padvinders
Organisatie (INPO) didirikan oleh Pemuda Indonesia.
Hasrat
bersatu bagi organisasi kepramukaan Indonesia waktu itu tampak mulai
dengan
terbentuknya
PAPI yaitu "Persaudaraan Antara Pandu Indonesia" merupakan
federasi dari
Pandu
Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS pada tanggal 23 Mei 1928.
Federasi
ini tidak dapat bertahan lama, karena niat adanya fusi, akibatnya
pada 1930 berdirilah
Kepanduan
Bangsa Indonesia (KBI) yang dirintis oleh tokoh dari Jong Java
Padvinders/Pandu
Kebangsaan
(JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij); PK-Pandu
Kebangsaan).
PAPI
kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan
Indonesia
(BPPKI)
pada bulan April 1938.
Antara
tahun 1928-1935 bermuncullah gerakan kepramukaan Indonesia baik yang
bernafas
utama
kebangsaan maupun bernafas agama. kepramukaan yang bernafas
kebangsaan dapat
dicatat
Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu
Kesultanan
(PK),
Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI).
Sedangkan yang
bernafas
agama Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathon, Kepanduan Islam
Indonesia (KII),
Islamitische
Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Azas
Katholik
Indonesia
(KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).
Sebagai
upaya untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat
Persaudaraan
Kepanduan
Indonesia BPPKI merencanakan "All Indonesian Jamboree".
Rencana ini
mengalami
beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan,
yang
kemudian
disepakati diganti dengan "Perkemahan Kepanduan Indonesia
Oemoem" disingkat
PERKINO
dan dilaksanakan pada tanggal 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.
Masa
Bala Tentara Dai Nippon
"Dai
Nippon" ! Itulah nama yang dipakai untuk menyebut Jepang pada
waktu itu. Pada masa
Perang
Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan penyerangan dan Belanda
meninggalkan
Indonesia.
Partai dan organisasi rakyat Indonesia, termasuk gerakan kepramukaan,
dilarang
berdiri.
Namun upaya menyelenggarakan PERKINO II tetap dilakukan. Bukan hanya
itu,
semangat
kepramukaan tetap menyala di dada para anggotanya.
Masa
Republik Indonesia
Sebulan
sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa tokoh
kepramukaan
berkumpul
di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan
Kepanduan
Indonesia
sebagai suatu panitia kerja, menunjukkan pembentukan satu wadah
organisasi
kepramukaan
untuk seluruh bangsa Indonesia dan segera mengadakan Konggres
Kesatuan
Kepanduan
Indonesia.
Kongres
yang dimaksud, dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di
Surakarta
dengan
hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung
oleh segenap
pimpinan
dan tokoh serta dikuatkan dengan "Janji Ikatan Sakti", lalu
pemerintah RI mengakui
sebagai
satu-satunya organisasi kepramukaan yang ditetapkan dengan keputusan
Menteri
Pendidikan,
Pengajaran dan Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947.
Tahun-tahun
sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda.
Bahkan
pada
peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu diadakan api unggun di
halaman
gedung
Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda mengancam dan memaksa
Soeprapto
menghadap
Tuhan, gugur sebagai Pandu, sebagai patriot yang membuktikan cintanya
pada
negara,
tanah air dan bangsanya. Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu
Rakyat dilarang
berdiri,.
Keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan
Putera
Indonesia
(KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM).
Masa
perjuangan bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan
pengabdian
juga
bagi para anggota pergerakan kepramukaan di Indonesia, kemudian
berakhirlah periode
perjuangan
bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan itu, pada
waktu
inilah
Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada
tanggal 20-22
Januari
1950.
Kongres
ini antara lain memutuskan untuk menerima konsepsi baru, yaitu
memberi kesempatan
kepada
golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya
masing-masing
dan
terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi
satu-satunya
organisasi
kepramukaan di Indonesia dengan keputusan Menteri PP dan K nomor
2344/Kab.
tertanggal
6 September 1951 dicabutlah pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat
Indonesia
merupakan satu-satunya wadah kepramukaan di Indonesia, jadi keputusan
nomor
93/Bag.
A tertanggal 1 Februari 1947 itu berakhir sudah.
Mungkin
agak aneh juga kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan
Menteri No.
2334/Kab.
itu keluar, maka wakil-wakil organi-sasi kepramukaan menga-dakan
konfersensi di
Ja-karta.
Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September 1951 diputuskan
berdirinya Ikatan
Pandu
Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.
Pada
1953 Ipindo berhasil menjadi anggota kepramukaan sedunia
Ipindo
merupakan federasi bagi organisasi kepramukaan putera, sedangkan bagi
organisasi
puteri
terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri
Indonesia) dan
POPPINDO
(Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua federasi ini
pernah
bersama-sama
menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam perjalanan
ke
Australia.
Dalam
peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo
menyelenggarakan
Jambore
Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada tanggal 10-20
Agustus 1955,
Jakarta.
Ipindo
sebagai wadah pelaksana kegiatan kepramukaan merasa perlu
menyelenggarakan
seminar
agar dapat gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian
hidup
kepramukaan.
Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan Januari 1957.
Seminar
Tugu ini menghasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan
acuan bagi
setiap
gerakan kepramukaan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan
ke-pramukaan yang
ada
dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan November 1958,
Pemerintah RI, dalam
hal
ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa
Barat, dengan topik
"Penasionalan
Kepanduan".
Kalau
Jambore untuk putera dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta,
maka PKPI
menyelenggarakan
perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa Semanggi bertempat di
Ciputat.
Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini juga
Ipindo
mengirimkan
kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.
Nah,
masa-masa kemudian adalah masa menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.